Rabu, 05 Juni 2013

PRINSIP-PRINSIP PELAKSANAAN HUKUM DALAM ISLAM


PRINSIP-PRINSIP PELAKSANAAN HUKUM DALAM ISLAM
(PENGERTIAN PRINSIP HUKUM DAN BERBAGAI KANDUNGAN PRINSIP HUKUM
DI DALAM ISLAM)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Dewasa ini banyak kita ketahui masyarakat di sekitar lingkungan kita yang tidak begitu mengenal bagaimna sebenarnya Islam itu. Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syariat Allah yang terkandung dalam kitab Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syariat yang termaktub dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Tapi terkadang kita hanya mengetahui cara hidup kita berdasarkan apa yg biasanya kita ketahui dari mulut kemulut dan dari pikiran kita sendiri. Tak jarang orang-orang tidak mempedulikan cara hidup untuk dirinya dengan ketentuan yang telah tercantumkan pada Al-Qur’an dan As-sunnah.
            Semua itu tidaklah semudah membalikkan tangan. Di zaman Era mekanisasai dan modernisasi telah membuat manusia menjadi bagian dan perkembangan yang penuh dengan kontroversi, tantangan dan persaiangan hidup yang menyebabkan munculnya nilai dan kebutuhan baru bagi mereka yang tidak lagi sekedar sederhan.
Dilihat dari keadana sekarang prinsip hukum Islam pun juga tidak bisa bertindak statis melainkan harus fleksibel menghadapi permasalahan sebagai berikut. Kita ketahui hukum Islam pada prinsipnya bersifat konstan, tidak terpengaruh ruang dan waktu. Pemikiran umat Islam yang selalu berubah sesuai dengan perubahan kondisi sosiohistoris mobilitas soaial dan perkembangan zaman. Hukum Islam dapat saja menerima interpretasi, sejauh tidak bertentangan dengan maksud, tujuan, dan hakikat syara’. Interpretasi ini kemudian menjadi fikih imam mazhab dalam Islam. Atas dasar ini, hukum Islam tersebut mencakup syara’ dan juga hukum fikih, karena arti syara’ dan fikih terkandung di dalamnya (Amir Syarifuddin, 1990:18).
            Berdasarkan pernyataan di atas akan di jelaskan bagaimana prinsip hukum Islam sebenarnya yang harus berjalan di masyrakat lingkungan kita.
1.2.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
            Sejauh mana penangkapan Pengertian Prinsip Hukum Islam dan Berbagai Kandungan Prinsip Hukum di Dalam Islam.

BAB II
Penyelesaian Masalah

1.1    Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam pada prinsipnya bersifat konstan; tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu.  Pemikiran dan interpretasi umat Islam yang selalu berubah, sesuai dengan perubahan kondisi sosiohistoris, mobilitas sosial, dan dinamika kemajuan zaman. Hukum Islam dapat saja menerima interpretasi, sejauh tidak bertentangan dengan maksud, tujuan, dan hakikat syara’. Interpretasi ini kemudian menjadi fikih imam mazhab dalam Islam. Atas dasar ini, hukum Islam tersebut mencakup syara’ dan juga hukum fikih, karena arti syara’ dan fikih terkandung di dalamnya (Amir Syarifuddin, 1990:18).
Hukum Islam sangat elastis dalam dinamika perubahan sosial. Hukum Islam tumbuh dalam berbagai situasi dan kondisi yang mengitari umat Islam. Realitas ontologis hukum Islam ini, menurut Ahmad Hasan dalam bukunya The Early Development of Islamic Jusriprudence (1988: 24-25), kemudian melahirkan epistemologi fiqh yang pada dasarnya merupakan resultante dan interaksi para ulama dengan fakta sosial yang melingkupinya. Fakta sejarah tersebut menunjukan bahwa fiqh menjustifikasi pluralitas formulasi epistemologi hukum disebabkan adanya peran language games yang  berbeda.

1.2     Prinsip-prinsip Hukum Islam
         Syariat Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Quran dan Sunnah.( Yusuf Qardhawi, Op.Cit, hal 151)
Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta.
Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf4. Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum secara lughawi adalah “menetapkan sesuatu atas sesuatu5.(4.Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994 : 26. 5 Hasbi Ash-Shiddiqie, Pengantar Hukum Islam, Bulan Bintangn, Jakarta, 1958 : 209)
         Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokonya.

v  Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut :

Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu

1. Prinsip Tauhid
 Ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasi kesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya.
Prinsip tauhid inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Quran dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47). Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :

a.       Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara. Artinya bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.
b.      Prinsip Kedua : Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman,
penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur, Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.

Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum ibadah sebagai berikut :

a.       Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’ yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib
dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya ;
b.      Al-masaqqah tujlibu at-taysiir  Kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan mendatangkan
kemudahan

2.              Prinsip Keadilan
Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Quran kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Quran terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25.Term „keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, sebab  Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.

Penggunaan term “adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut :
ü  QS. Al-Maidah : 8 — Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu,
adanya kecintan dan kebencian memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan daripada kebenaran (dalam bersaksi) ;
ü  QS. Al-Anam : 152 — Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal
terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan
kekuasaan dan dalam bermuamalah/berdagang ;
o   QS. An-Nisa : 128 — Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri ;
o   QS. Al-Hujrat : 9 — Keadilan sesama muslim ;
o   QS. Al-Anam :52 — Keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi manusia (mukalaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut.
Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan, yaitu : Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyeempit maka menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit. Teori „keadilan teologi Mutazilah melahirkan dua terori turunan, yaitu :
1.   al-sala’h wa al-aslah dan
2.   al-Husna wa al-qubh.
Dari kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut :
1.   Pernyataan Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan” —
     perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia
2.   Pernyataan Kedua : Segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif
     sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik.
     Demikian halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh akal
     sehingga masalah baik dan buruk adalah masalah akal.

3.    Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
              Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang
     baik dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi sosial engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.
4.    Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan
         Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dalam arti luas yang mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5)

5.    Prinsip Persamaan/Egalite
         Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.
6.    Prinsip At-Taawun
         Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.
7.    Prinsip Toleransi
              Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya — tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam. Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Quran dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syariat ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.




BAB III
KESIMPULAN

            Dari hasil pembahasan di atas mengenai prinsip-prinsip hukum di dalam Islam didapat
     kesimpulan sebagai berikut:

1.    Hukum Islam pada prinsipnya bersifat konstan tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu. 
     Pemikiran dan interpretasi umat Islam yang selalu berubah, sesuai dengan perubahan
     kondisi sosiohistoris, mobilitas sosial, dan dinamika kemajuan zaman. Hukum Islam dapat
     saja menerima interpretasi, sejauh tidak bertentangan dengan maksud, tujuan, dan hakikat
     syara’. Definisi dari hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung
     dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara
     manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta.
2.    Islam memiliki beberapa prinsip-prinsip yang mantab dan kekal sebagaimana hukum-hukum
     yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya
     sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat,
     tergantung kepada prinsip dan tiang pokonya. seperti Prinsip Tauhid, prinsip Keadilan,
     prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar, Prinsip kebebasan/kemerdekaan, prinsip persamaan, 
     Prinsip At-Taawun, prinsip Toleransi.



DAFTAR PUSTAKA















                                                                                           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar