PRINSIP-PRINSIP
PELAKSANAAN HUKUM DALAM ISLAM
(PENGERTIAN
PRINSIP HUKUM DAN BERBAGAI KANDUNGAN PRINSIP HUKUM
DI
DALAM ISLAM)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Dewasa ini banyak kita ketahui
masyarakat di sekitar lingkungan kita yang tidak begitu mengenal bagaimna
sebenarnya Islam itu. Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syari‟at
Allah yang terkandung dalam kitab Al-Qur‟an
dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang mengintegrasikan dirinya kepada
Islam wajib membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syari‟at
yang termaktub dalam Al-Qur‟an
dan As-Sunnah. Tapi terkadang kita hanya mengetahui cara hidup kita berdasarkan
apa yg biasanya kita ketahui dari mulut kemulut dan dari pikiran kita sendiri.
Tak jarang orang-orang tidak mempedulikan cara hidup untuk dirinya dengan
ketentuan yang telah tercantumkan pada Al-Qur’an dan As-sunnah.
Semua itu tidaklah semudah
membalikkan tangan. Di zaman Era mekanisasai dan modernisasi telah membuat
manusia menjadi bagian dan perkembangan yang penuh dengan kontroversi,
tantangan dan persaiangan hidup yang menyebabkan munculnya nilai dan kebutuhan
baru bagi mereka yang tidak lagi sekedar sederhan.
Dilihat dari keadana sekarang prinsip
hukum Islam pun juga tidak bisa bertindak statis melainkan harus fleksibel
menghadapi permasalahan sebagai berikut. Kita ketahui hukum Islam pada
prinsipnya bersifat konstan, tidak terpengaruh ruang dan waktu. Pemikiran umat
Islam yang selalu berubah sesuai dengan perubahan kondisi sosiohistoris
mobilitas soaial dan perkembangan zaman. Hukum Islam dapat saja menerima
interpretasi, sejauh tidak bertentangan dengan maksud, tujuan, dan hakikat
syara’. Interpretasi ini kemudian menjadi fikih imam mazhab dalam Islam. Atas
dasar ini, hukum Islam tersebut mencakup syara’ dan juga hukum fikih, karena
arti syara’ dan fikih terkandung di dalamnya (Amir Syarifuddin, 1990:18).
Berdasarkan pernyataan di atas akan
di jelaskan bagaimana prinsip hukum Islam sebenarnya yang harus berjalan di
masyrakat lingkungan kita.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Sejauh mana penangkapan Pengertian
Prinsip Hukum Islam dan Berbagai Kandungan Prinsip Hukum di Dalam Islam.
BAB II
Penyelesaian Masalah
1.1
Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam pada prinsipnya
bersifat konstan; tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu. Pemikiran dan
interpretasi umat Islam yang selalu berubah, sesuai dengan perubahan kondisi
sosiohistoris, mobilitas sosial, dan dinamika kemajuan zaman. Hukum Islam dapat
saja menerima interpretasi, sejauh tidak bertentangan dengan maksud, tujuan,
dan hakikat syara’. Interpretasi ini kemudian menjadi fikih imam mazhab
dalam Islam. Atas dasar ini, hukum Islam tersebut mencakup syara’ dan
juga hukum fikih, karena arti syara’ dan fikih terkandung di dalamnya
(Amir Syarifuddin, 1990:18).
Hukum Islam sangat elastis
dalam dinamika perubahan sosial. Hukum Islam tumbuh dalam berbagai situasi dan
kondisi yang mengitari umat Islam. Realitas ontologis hukum Islam ini, menurut
Ahmad Hasan dalam bukunya The Early Development of Islamic Jusriprudence (1988:
24-25), kemudian melahirkan epistemologi fiqh yang pada dasarnya merupakan resultante
dan interaksi para ulama dengan fakta sosial yang melingkupinya. Fakta sejarah
tersebut menunjukan bahwa fiqh menjustifikasi pluralitas formulasi epistemologi
hukum disebabkan adanya peran language games yang berbeda.
1.2
Prinsip-prinsip
Hukum Islam
Syari‟at
Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan
manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur‟an
dan Sunnah.( Yusuf Qardhawi, Op.Cit, hal 151)
Dalam
kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab (firman)
Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain,
hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan lugas
oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia
dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta.
Adapun Abu Zahrah
mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan
dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan
perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab
akibat). Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah
terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf4. Hasbi
Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum secara lughawi adalah “menetapkan sesuatu
atas sesuatu5.(4.Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Pustaka Firdaus, Jakarta,
1994 : 26. 5 Hasbi Ash-Shiddiqie, Pengantar Hukum Islam, Bulan Bintangn,
Jakarta, 1958 : 209)
Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki
prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah
undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat,
tergantung kepada asas dan tiang pokonya.
v Prinsip-prinsip hukum
Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut :
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini
menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu
1. Prinsip Tauhid
Ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat
La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik
dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini,
maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia
dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasi kesyukuran kepada-Nya.
Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau
sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan
diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya.
Prinsip tauhid inipun
menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang
diturunkan Allah (Al-Qur‟an dan As-Sunah).
Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut
dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq
(Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47). Dari prinsip umum tauhid ini, maka
lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini,
umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :
a.
Prinsip
Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara. Artinya bahwa tak seorang
pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.
b.
Prinsip
Kedua : Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara akidah dan
iman,
penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan
pembentukan pribadi yang luhur, Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai
bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.
Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum
Ibadah, yaitu Azas kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut
terumuskan kaidah-kaidah hukum ibadah sebagai berikut :
a.
Al-ashlu
fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’ yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib
dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya
mengikuti apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya ;
b.
Al-masaqqah tujlibu
at-taysiir Kesulitan dalam
melaksanakan ibadah akan mendatangkan
kemudahan
2.
Prinsip
Keadilan
Keadilan dalam bahasa
Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam
al-Qur‟an kadang
diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Qur‟an terdapat dalam QS. Al-Syura:
17 dan Al-Hadid: 25.Term „keadilan‟ pada umumnya
berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi,
keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika
dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah
Allah ditujukan bukan karena esensinya, sebab
Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan
kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah
sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa
kebaikan bagi individu dan masyarakat.
Penggunaan
term “adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut :
ü QS.
Al-Maidah : 8 — Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu,
adanya kecintan dan kebencian memungkinkan manusia
tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan daripada kebenaran (dalam
bersaksi) ;
ü QS.
Al-An‟am : 152 — Perintah kepada manusia
agar berlaku adil dalam segala hal
terutama kepada mereka yang
mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan
kekuasaan dan dalam
bermuamalah/berdagang ;
o QS.
An-Nisa : 128 — Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri ;
o QS.
Al-Hujrat : 9 — Keadilan sesama muslim ;
o QS.
Al-An‟am :52 — Keadilan yang berarti
keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi manusia (mukalaf) dengan
kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut.
Dari
prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya
dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan
elastisitas hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan
dari prinsip keadilan, yaitu : Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam
apabila telah menyeempit maka menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah
meluas maka kembali menyempit. Teori „keadilan‟
teologi Mu‟tazilah melahirkan dua terori
turunan, yaitu :
1. al-sala’h
wa al-aslah dan
2. al-Husna
wa al-qubh.
Dari
kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut :
1. Pernyataan
Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan” —
perbuatan
tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia
2. Pernyataan
Kedua : Segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif
sehingga dalam perbuatan baik terdapat
sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik.
Demikian halnya dalam perbuatan buruk.
Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh akal
sehingga masalah baik dan buruk adalah
masalah akal.
3. Prinsip
Amar Makruf Nahi Mungkar
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia
untuk menuju tujuan yang
baik dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat
hukum Barat diartikan sebagai fungsi sosial engineering hukum. Prinsip Amar
Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar
Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.
4. Prinsip
Kebebasan/Kemerdekaan
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar
agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan
penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam
adalah kebebasan dalam arti luas yang mencakup berbagai macamnya, baik
kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin
berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan
Al-Kafirun: 5)
5. Prinsip
Persamaan/Egalite
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam
Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan
penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian
penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan
mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial
seperti komunis.
6. Prinsip
At-Ta‟awun
Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama
manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan
kebaikan dan ketakwaan.
7. Prinsip
Toleransi
Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah
toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya —
tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam.
Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan
ketentuan Al-Qur‟an
dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak
mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari‟at
ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada
persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik
muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan di atas
mengenai prinsip-prinsip hukum di dalam Islam didapat
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hukum
Islam pada prinsipnya bersifat konstan tidak
terpengaruh oleh ruang dan waktu.
Pemikiran
dan interpretasi umat Islam yang selalu berubah, sesuai
dengan perubahan
kondisi
sosiohistoris, mobilitas
sosial, dan dinamika kemajuan zaman. Hukum Islam dapat
saja menerima
interpretasi, sejauh tidak bertentangan dengan maksud, tujuan, dan hakikat
syara’. Definisi dari hukum
Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung
dan
lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara
manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia
dengan alam semesta.
2. Islam
memiliki beberapa prinsip-prinsip yang mantab dan kekal sebagaimana hukum-hukum
yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip sebagai tiang
pokok, kuat atau lemahnya
sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau
diterimanya oleh masyarakat,
tergantung kepada prinsip dan tiang pokonya. seperti Prinsip
Tauhid, prinsip Keadilan,
prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar, Prinsip kebebasan/kemerdekaan,
prinsip persamaan,
Prinsip At-Ta‟awun,
prinsip Toleransi.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar